PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) berhasil memenangi lelang pengelolaan wilayah kerja panas bumi (WKP) Gunung Lawu 165 megawatt (MW). Selain dinilai mampu menggarap, Pertamina juga menawarkan harga listrik terendah.
Direktur Panas Bumi Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yunus Saifulhak mengatakan, pihaknya melakukan evaluasi secara bertahap sampai akhirnya menetapkan Pertamina sebagai pemenang. Evaluasi ini mencakup kemampuan teknis, keuangan, program kerja, hingga harga yang ditawarkan oleh perusahaan.
“Dari ketiga peserta lelang, yang paling rendah (harga listriknya) Pertamina, yakni US$ 10 sen per kilowatt hour (kWh), yang lain di atas US$ 12 sen per kWh. Pemerintah cari yang termurah supaya PLN ke masyarakat juga lebih murah,” kata dia kepada Investor Daily, Rabu (2/3).
Harga yang ditawarkan Pertamina jauh lebih rendah dari harga patokan tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yakni US$ 14,6 sen per kWh. Pertamina menyisihkan empat peserta lainnnya yaitu PT Sari Prima Energi, Konsorsium PT Bumi Nusa Permai dan PT Humpuss Transportasi Kimia, PT Star Energy Geothermal Indonesia, dan PT Ormat Geothermal Indonesia.
Setelah memenangi lelang, lanjut Yunus, Pertamina harus menyetorkan dana jaminan minimal US$ 10 juta untuk memperoleh izin panas bumi (IPB) ke bank pelat merah. Kewajiban menyetor dana jaminan ini untuk menjamin Pertamina menjalankan komitmen eksplorasi yang dijanjikan dalam dokumen lelang. “Kalau dalam satu tahun tidak melakukan (komitmen), maka akan kena penalti dan uang jaminan menjadi milik negara,” ujarnya.
Sekretaris Perusahaan Pertamina Geothermal Energy Tafif Azimuddin menuturkan, pasca memenangi WKP Gunung Lawu, pihaknya akan langsung melaksanakan survei detil geologi, geokimia, dan geofisika untuk memperoleh data sistem panas bumi dan potensi yang bisa dibor. Langkah ini perlu dilakukan lantaran kapasitas yang disebut dalam lelang 165 MW baru berupa perkiraan sehingga masih diperlukan pembuktian melalui pemboran eksplorasi. “Kebutuhan investasi di tahap eksplorasi ini sekitar US$ 50 juta untuk biaya infrastruktur dan pemboran tiga sampai lima sumur eksplorasi,” kata dia.
Eksplorasi harus dilakukan sebelum PGE menyusun rencana pengembangan WKP Gunung Lawu. Pasalnya, tutur Tafif, tahap eksplorasi memiliki risiko terbesar di mana prosentasi keberhasilan pemboran eksplorasi hanya 50%. Sehingga, masih ada kemungkinan kegagalan pemboran eksplorasi. “Jadi sebelum dapat melewati tahap eksplorasi, kami juga belum dapat banyak bercerita tentang rencana pengembangannya,” ujarnya.
Terkait target operasi, Tafif menyebutkan pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan masa eksplorasi panas bumi selama tiga tahun dan tahap pengembangan lima tahun.
Sesuai dengan pengumuman lelang, wilayah kerja panas bumi Gunung Lawu memiliki luas 60.030 hektar. Cadangan terduga uap panas bumi di wilayah ini tercatat sebesar 195 MW. Namun, rencana kapasitas pengembangannya hanya 165 MW. Proyek ini ditargetkan bisa beroperasi pada 2022.
Saat ini PGE memiliki 12 WKP dengan total kapasitas pembangkitan sebesar 437 MW, rincinya Kamojang 235 MW, Ulubelu 110 MW, Lahendong 80 MW dan Sibayak 12 MW. Selain itu, PGE juga tengah merampungkan beberapa proyek lainnya dengan total kapasitas 510 MW. PGE menargetkan kapasitas pembangkitnya bisa naik menjadi 2.700 MW pada 2030.
Sumber : Investor Daily 3 Maret 2016
0 komentar: